Konsep dan Metode Triage SALT (Sort – Assess –Lifesaving – Interventions – Treatment/Transport)
PSIK FK UNDIP 2018
A. Pengertian Triase/Triage
Triase merupakan suatu prosedur yang menempatkan korban pada
kategori-kategori prioritas untuk transport dan perawatan berdasarkan tingkat
kepararahan cedera serta kegawatdaruratan medis, yang ditentukan dengan pertimbangan tata cara pertolongan menggunakan sistem
Airway-Breathing-Circulation (ABC). Untuk dilapangan atau di rumah sakit. Triase
berasal dari Bahasa perancis yang berarti membagi/menyortir. Triase lapangan
meliputi sistem seleksi korban di lapangan
oleh petugas dan evakuasi/transportasi ke rumah sakit atau fasilitas
kesehatan lainnya. Secara garis besar adalah penempatan korban dalam
kategori-kategori prioritas medis sehingga dapat dipilih mana yang lebih dulu
harus di tolong, diangkut atau bahkan ditinggalkan untuk sementara. Mengirim
korban dengan keadaan tertentu ke fasilitas kesehatan yang memadai sesuai
dengan kondisi korban merupakan tanggung
jawab dari petugas lapangan (Ramsi, et.al, 2014).
Triage adalah perawatan terhadap pasien yang didasarkan pada
prioritas pasien ( atau korban selama bencana) bersumber pada penyakit/tingkat
cedera, tingkat keparahan, prognosis dan ketersediaan sumber daya. Dengan
triage dapat ditentukan kebutuhan terbesar pasien/korban untuk segera menerima
perawatan secepat mungkin. Tujuan dari triage adalah untuk mengidentifikasi
pasien yang membutuhkan tindakan resusitasi segera, menetapkan pasien ke area
perawatan untuk memprioritaskan dalam perawatan dan untuk memulai tindakan
diagnostik atau terapi (Nuris Kushayati,)
Tidak benar mengirim korban dengan trauma berat ke fasilitas
kesehatan yang tidak mempunyai tenaga dan sarana yang lengkap jika sekitarnya
ada fasilitas kesehatan yang lain yang lebih memadai, atau mengirim korban
dengan luka ringan ke yang lebih dekat dan sudah mampu menangani korban tersebut.
Untuk menghindari hal-hal tersebut maka perlu pegangan yang jelas bagi petugas lapangan mengenai
kriteria-kriteria tindakan laporan (Ramsi, et.al, 2014).
Prioritas penanganan korban triase (Ramsi, et.al, 2014) :
a. Prioritas
tertinggi/segera/kelas 1: korban gawat dan darurat
b. Prioritas
tinggi/tunda/kelas 2 : moderate & emergency
c. Prioritas
sedang/minor/ kelas 3: korban gawat tidak darurat, atau korban darurat tidak
gawat, atau korban tidak gawat tidak darurat
d. Prioritas
terakhir/ kelas 4: probably death, korban memiliki tanda-tanda meninggal
B. Prinsip Triage
Triage seharusnya segera dan tepat waktu, penanganan yang segera
dan tepat waktu akan segera mengatasi masalah pasien dan mengurangi terjadi
kecacatan akibat kerusakan organ. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat,
data yang didapatkan dengan adekuat dan akurat menghasilkan diagnosa masalah
yang tepat. Keputusan didasarkan dari pengkajian, penegakan diagnose dan
keputusan tindakan yang diberikan sesuai kondisi pasien.Intervensi dilakukan
sesuai kondisi korban, penanganan atau tindakan yang diberikan sesuai dengan
masalah/keluhan pasien. Kepuasan korban harus dicapai, kepuasan korban
menunjukkan teratasinya masalah. Dokumentasi dengan benar, dokumentasi yang
benar merupakan sarana komunikasi antar tim gawat darurat dan merupakan aspek
legal. Klasifikasi ini penting untuk menseleksi korban yang datang sehingga
keselamatan korban segera ditolong (Tyas, 2016).
Triage adalah hal yang paling dasar yang seharusnya dimiliki
anggota tim penanganan bencana. Triage merupakan suatu teknik penilaian dan
mengklasifikasikan tingkat kegawatan korban bencana. Triage dibagi menjadi dua,
yaitu Triage lapangan dan Triage dalam Rumah Sakit (RS). Untuk triage dalam
Rumah Sakit biasanya dilakukan oleh perawat atau dokter instalasi gawat darurat
dan mengenai triage lapangan, harusnya seorang first responder (yang pertama
kali menangani bencana) menguasai triage. Pentingnya triage untuk memilih siapa
yang harus ditangani lebih awal dan siapa yang terakhir. Secara keseluruhan
proses triage dalam simulasi menghasilkan pendataan korban berdasarkan tingkat
kegawatan masing masing dan selanjutnya korban dilabel warna sesuai hasil
triage lewat aplikasi triage dengan tujuan tim penolong bisa dengan cepat
mengetahui apakah korban sudah di triage atau belum. Proses pemberian label
triage di lokasi darurat bencana dapat dilakukan dengan banyak cara antara lain
(Tyas, 2016):
1. Korban
dapat dilabeli dengan material berwarna yang berada dilokasi bencana
2. Memanfaatkan
warna pakaian korban dan diikatkan pada bagian tubuh korban sesuai dengan warna
hasil triage setiap korban. Pemberian label kepada setiap korban harus
diletakkan secara seragam untuk mempermudah identifikasi pada tahap
selanjutnya. Sebagai contoh apabila kain berwarna diikatkan pada bagian kaki
atau tangan korban maka seluruh korban dalam pemberian label triage dilakukan
hal yang sama dengan mengikatkan pada bagian kaki korban. Selanjutnya dilakukan
evakuasi korban menuju rumah sakit terdekat untuk tindakan medis.
C. Triage TAG
Triase
dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat korban yang membutuhkan
stabilisasi segera (perawatan di lapangan) dan mengidentifikasi korban yang
hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan darurat (life-saving surgery). Dalam
aktivitasnya, digunakan kartu merah, hijau dan hitam sebagai kode identifikasi
korban, seperti berikut (Depkes RI, 2007):
1. Merah,
sebagai penanda korban yang membutuhkan pertolongan segera dan korban yang
mengalami:
-
Syok oleh berbagai kausa
-
Gangguan pernapasan
-
Trauma kepala dengan pupil anisokor
-
Perdarahan eksternal massif
Merah menunjukkan prioritas tertinggi
(immediate care- life threatening), (Ramsi, et.al, 2014).
2. Kuning,
sebagai penanda korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat
ditunda sementara. Semua korban dalam kategori ini harus diberikan infus, pengawasan
ketat terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi, dan diberikan perawatan
sesegera mungkin Termasuk dalam kategori ini:
-
Korban dengan risiko syok (korban dengan
gangguan jantung, trauma abdomen)
-
Fraktur multiple
-
Fraktur femur / pelvis
-
Luka bakar luas
-
Gangguan kesadaran / trauma kepala
-
Korban dengan status yang tidak jelas
Kuning untuk prioritas tinggi (urgent care
- delay hingga 1 jam), (Ramsi, et.al,
2014).
3. Hijau,
sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau pemberian
pengobatan dapat ditunda, mencakup korban yang mengalami:
-
Fraktur minor
-
Luka minor, luka bakar minor
-
Korban dalam kategori ini, setelah pembalutan
luka dan atau pemasangan bidai dapat dipindahkan pada akhir operasi lapangan.
-
Korban dengan prognosis infaust, jika masih hidup
pada akhir operasi lapangan, juga akan dipindahkan ke fasilitas kesehatan.
Hijau untuk prioritas sedang (dlayed care –
dapat ditunda hingga 3 jam), (Ramsi, et.al, 2014).
4. Hitam,
sebagai penanda korban yang telah meninggal dunia
Hitam
untuk prioritas terakhir ( korban telah mati – no care required) (Ramsi, et.al,
2014).
A.
Triase
lapangan
Triase
lapangan dilakukan pada tiga kondisi, yaitu (Depkes RI, 2007):
1. Triase
di Tempat(triase satu)
Triase di tempat dilakukan di “tempat korban
ditemukan” atau pada tempat penampungan yang dilakukan oleh tim pertolongan
pertama atau tenaga medis gawat darurat. triase di tempat mencakup pemeriksaan,
klasifikasi, pemberian tanda dan pemindahan korban ke pos medis lanjutan.
2. Triase
Medik(triase dua)
Triase ini dilakukan saat korban memasuki pos
medis lanjutan oleh tenaga medis yang berpengalaman (sebaiknya dipilih dari
dokter yang bekerja di Unit Gawat Darurat, kemudian ahli anestesi dan terakhir
oleh dokter bedah). Tujuan triase medik adalah menentukan tingkat perawatan yang
dibutuhkan oleh korban.
3. Triase
Evakuasi (triase tiga)
Triase ini ditujukan pada korban yang dapat
dipindahkan ke Rumah Sakit yang telah siap menerima korban bencana massal. Jika
pos medis lanjutan dapat berfungsi efektif, jumlah korban dalam status “merah”
akan berkurang, dan akan diperlukan pengelompokan korban kembali sebelum evakuasi
dilaksanakan.Tenaga medis di pos medis lanjutan dengan berkonsultasi dengan Pos
Komando dan Rumah Sakit tujuan berdasarkan kondisi korban akan membuat keputusan
korban mana yang harus dipindahkan terlebih dahulu, Rumah Sakit tujuan, jenis
kendaraan dan pengawalan yang akan dipergunakan.
B.
Triage
SALT
a. Model
SALT Triage Untuk Insiden Korban Masal (Mass Casualty Incident)
Lerner et al. Dalam Neal, D.J. (2009) menilai
sistem triase yang saat ini digunakan dan menggambarkan kekuatan dan kelemahan
dari sistem ini. Penelitian ini mengembangkan pedoman triase yang digunakan
untuk semua bahaya dan dapat diterapkan pada orang dewasa dan anak-anak. SALT
Triage singkatan (sort – assess –lifesaving – interventions – treatment/transport).
SALT terdiri dari dua langkah ketika menangani korban. Hal ini termasuk triase
awal korban menggunakan perintah suara, perawatan awal yang cepat, penilaian
masing-masing korban dan prioritas, dan inisiasi pengobatan dan transportasi.
Pendekatan Triase SALT memiliki beberapa karakteristik tambahan. Pertama, SALT
mengidentifikasi kategori expectant (hamil) yang fleksibel dan dapat diubah
berdasarkan faktor-faktor tertentu. Kedua, SALT Triage awalnya mengkategorikan
luka, tapi memberikan evaluasi sekunder untuk mengidentifikasi korban langsung
(Nuris Kushayati)
SALT dimulai dengan penyortiran pasien secara global memprioritaskan mereka untuk penilaian individu. Pasien
yang mampu diminta berjalan ke area yang ditentukan, dan pasien ini diberi prioritas
terakhir untuk penilaian individu.
Mereka
yang tetap diberi tahu gelombang dan diamati
untuk gerakan yang bertujuan. Mereka yang tidak bergerak dan mereka yang
memiliki ancaman kehidupan yang jelas (misalnya, pendarahan yang tidak
terkontrol) dinilai lebih dulu karena mereka paling mungkin membutuhkan
intervensi yang menyelamatkan jiwa.
Penilaian
individu dimulai dengan cepat yang terbatas intervensi yang menyelamatkan jiwa, yang meliputi hal-hal berikut
(Learner, et.al.).:
a.
Mengontrol perdarahan mayor melalui penggunaan tourniquets atau tekanan langsung yang diberikan oleh pasien lain atau perangkat lainnya
b. Membuka jalan nafas
melalui posisi atau saluran napas dasar dan jika pasien masih kecil, memberikan
dua napas penyelamatan.
c. Dekompresi dada untuk
dugaan ketegangan pneumotoraks
d. Penangkal injektor
otomatis saat diindikasikan.
Intervensi ini dilakukan hanya
jika memang demikian
dalam lingkup praktik responden yang memberikan triase, dan jika peralatan yang diperlukan segera tersedia. Selanjutnya, pasien diprioritaskan untuk perawatan dan / atau transportasi dengan menugaskan mereka ke salah satu dari lima kategori: segera, tertunda, minim, penuh harapan, atau meninggal dunia. ID-MED mnemonik adalah pengingat sederhana dari kategori triase.
dalam lingkup praktik responden yang memberikan triase, dan jika peralatan yang diperlukan segera tersedia. Selanjutnya, pasien diprioritaskan untuk perawatan dan / atau transportasi dengan menugaskan mereka ke salah satu dari lima kategori: segera, tertunda, minim, penuh harapan, atau meninggal dunia. ID-MED mnemonik adalah pengingat sederhana dari kategori triase.
Pasien dengan luka ringan yang
terbatas pada diri sendiri jika tidak diobati dan siapa yang dapat mentolerir
keterlambatan perawatan tanpa meningkatkan risiko kematian mereka dinilai
minimal dan ditandai dengan warna hijau. Pasien yang tidak bernafas bahkan setelah
diupayakan intervensi menyelamatkan nyawa adalah triaged sebagai mati dan
ditunjuk dengan warna hitam. Pasien yang tidak taat perintah, kekurangan pulsa
perifer, berada dalam gangguan pernafasan, atau mengalami perdarahan mayor yang
tidak terkontrol yang dilakukan secara langsung dan ditandai dengan warna
merah. Namun, jika ada pasien yang mengalami cedera yang kemungkinan tidak sesuai dengan kehidupan yang diberi sumber daya yang ada saat
ini, mereka malah berjasa sebagai calon dan ditunjuk dengan warna abu-abu.
Pasien yang tersisa diperiksa karena tertunda dan diberi warna kuning (Learner, et.al.).
Triase SALT memecahkan triase menjadi 2 langkah. Sortasi
pertama, di
dimana pasien yang bisa berjalan dinilai terakhir, mereka yang tidak bisa
Berjalan tapi bisa gelombang / sengaja merespon dinilai kedua, dan itu
Pasien yang masih / tidak responsif segera terlihat. Menilai dan
Perawatan menyelamatkan nyawa berikutnya. Pasien di tag sebagai hijau jika mereka bisa taat perintah atau dapat pindah sesuai arahan atau tujuan, memiliki
denyut nadi, tidak dalam gangguan pernafasan, tidak mengalami pendarahan, dan hanya terdapat luka ringan. Ini jelas membutuhkan lebih banyak interpretasi dari bagan. Pasien berwarna kuning jika memenuhi semua kriteria hijau, namun cedera tidak dianggap minor. Jika jawabannya tidak sesuai dengan kriteria hijau dan pasien kemungkinan akan bertahan hidup mengingat sumber daya (kontrol perdarahan, penekanan dada, penangkal antoinotoksik, dan jalan nafas terbuka), maka pasien diterapi dengan warna merah (Bhalla MC. Et.al, 2015)
dimana pasien yang bisa berjalan dinilai terakhir, mereka yang tidak bisa
Berjalan tapi bisa gelombang / sengaja merespon dinilai kedua, dan itu
Pasien yang masih / tidak responsif segera terlihat. Menilai dan
Perawatan menyelamatkan nyawa berikutnya. Pasien di tag sebagai hijau jika mereka bisa taat perintah atau dapat pindah sesuai arahan atau tujuan, memiliki
denyut nadi, tidak dalam gangguan pernafasan, tidak mengalami pendarahan, dan hanya terdapat luka ringan. Ini jelas membutuhkan lebih banyak interpretasi dari bagan. Pasien berwarna kuning jika memenuhi semua kriteria hijau, namun cedera tidak dianggap minor. Jika jawabannya tidak sesuai dengan kriteria hijau dan pasien kemungkinan akan bertahan hidup mengingat sumber daya (kontrol perdarahan, penekanan dada, penangkal antoinotoksik, dan jalan nafas terbuka), maka pasien diterapi dengan warna merah (Bhalla MC. Et.al, 2015)
Step 1 : SORT
SALT
dimulai dengan menyortir pasien secara global melalui penilaian korban secara individu.
Pasien yang bisa berjalan diminta untuk berjalan ke suatu area tertentu dan
dikaji pada prioritas terakhir untuk penilaian individu. Penilaian kedua
dilakukan pada korban yang diminta untuk tetap mengikuti perintah atau di kaji
kemampuan gerakan secara terarah / gerakan bertujuan. Pada korban yang tetap
diam tidak bergerak dari tempatnya dan dengan kondisi yang mengancam nyawa yang
jelas harus dinilai pertama karena pada korban tersebut yang paling membutuhkan
intervensi untuk penyelamatan nyawa (Nuris Kushayati)
Step 2 : ASSES
Prioritas
pertama selama penilaian individu adalah untuk memberikan intervensi menyelamatkan
nyawa. Termasuk mengendalikan perdarahan utama; membuka jalan
napas pasien, dekompresi dada pasien dengan
pneumotoraks, dan menyediakan penangkal untuk eksposur kimia. Intervensi ini
diidentifikasi karena injury tersebut dapat dilakukan dengan cepat dan dapat
memiliki dampak yang signifikan pada kelangsungan hidup pasien. (Nuris
Kushayati)
Step 3: LIVE-SAVING- TREATMENT-TRASNPORT
Intervensi live saving yang
harus diselesaikan sebelum menetapkan kategori triase dan hanya boleh dilakukan
dalam praktek lingkup responder dan jika peralatan sudah tersedia. Setelah
intervensi menyelamatkan nyawa disediakan, pasien diprioritaskan untuk
pengobatan berdasarkan ke salah satu dari lima warna-kode kategori. Pasien yang
mengalami luka ringan yang self-limited jika tidak diobati dan dapat mentolerir
penundaan dalam perawatan tanpa meningkatkan risiko kematian harus
diprioritaskan sebagai minimal dan harus ditunjuk dengan warna hijau. Pasien
yang tidak bernapas bahkan setelah intervensi live saving yang diprioritaskan
sebagai mati dan harus diberi warna hitam. Pasien yang tidak mematuhi perintah,
atau tidak memiliki pulsa perifer, atau dalam gangguan pernapasan, atau
perdarahan besar yang tidak terkendali harus diprioritaskan immediate dan harus
ditunjuk dengan warna merah. Penyedia harus mempertimbangkan apakah pasien ini
memiliki cedera yang mungkin tidak sesuai dengan kehidupan yang diberikan sumber
daya yang tersedia, jika ada, maka provider harus triase pasien sebagai
expectant /hamil dan harus ditunjuk dengan warna abu-abu. Para pasien yang
tersisa harus diprioritaskan sebagai delayed dan harus ditunjuk dengan warna
kuning (Nuris Kushayati).
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI, 2007. Pedoman Teknis
penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana: Jakarta. Hal (51-53).
Lerner,
E. Brooke., Schwartz Richard B., McGovern, Joanne E. Prehospital Triage for
Mass Casualties. Chapter 2. Retreived From: http://emergencymedicine.health.pitt.edu/sites/default/files/4.2%20Prehospital%20Triage%20for%20Mass%20Casualties_0.pdf.
Diakses pada 14 Maret 2018
Bhalla MC, Frey J, Rider C, Nord M, Hegerhorst M. 2015. Lifesaving, Interventions, Treatment,
and Transportation mass casualty triage methods for sensitivity, specificity,
and predictive values. American Journal of Emergency Medicine 33 (2015)
1687–1691: Elsevier.
Nuris Kushayati, Analisis Metode Triage
Prehospital pada Insiden Korban Masal (Mass Casualty Incident).
Ramsi,
Irhash. F. 2014. Basic Life Support: Buku Panduan Edisi 13. Jakarta:EGC.
Tyas, Maria, D.C.2016. Keperawatan
Kegawatadaruratan & Manajemen Bencana. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.