Terapi Musik dan Teknik Relaksasi Napas Dalam sebagai Intervensi Non Farmakologis dalam Mengurangi Intensitas Nyeri
Nyeri merupakan perasaan yang tidak nyaman dan bersifat
subjektif dimana hanya penderita yang dapat merasakannya. Untuk itu perlu
mencari pendekatan yang paling efektif dalam upaya mengontrol nyeri. Nyeri
dapat disebabkan oleh beberapa hal, misal karena fraktur, post operasi, dan
lain-lain. Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur yang terjadi dapat menimbulkan gejala yang umum
yaitu nyeri atau rasa sakit,
pembengkakan dan kelainan bentuk tubuh. (Djamal, et.al, 2015). Nyeri merupakan
pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri terjadi bersama banyak proses
penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik ,pembedahan dan pengobatan
(Nurdin, et.al, 2013).
Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan
perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau
bersamaan dengan pemeriksaan diagnostik atau pengobatan Metode penatalaksanaan
nyeri mencakup pendekatan farmakologis dan non farmakologis. Salah satu
pendekatan farmakologis yang biasa digunakan adalah analgetik golongan opioid,
tujuan pemberian opioid adalah untuk meredakan nyeri dengan pemberian dari rute
apa saja, efek samping opioid seperti depresi pernafasan, sedasi, mual muntah
dan konstipasi. Efek samping tersebut harus dipertimbangkan dan diantisipasi Metode
pereda nyeri non-farmakologis biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah. (Karendehi,
et.al, 2015). Beberapa tindakan non farmakologis dalam menangani nyeri:
1. Terapi
musik
Salah satu terapi non farmakologi
yang bisa membantu pasien dalam menghilangkan atau mengurangi nyeri antaranya
terapi musik. Musik bisa menyentuh individu baik secara fisik, psikososial, dan
spiritual. Musik terbukti menunjukkan efek yaitu menurunkan tekanan darah, dan
mengubah persepsi waktu.Perawat dapat menggunakan musik dengan kreatif
diberbagai situasi klinik, pasien umumnya lebih menyukai melakukan suatu
kegiatan memainkan alat musik, menyanyikan lagu atau mendengarkan musik.Musik
yang sejak awal sesuai dengan suasana hati individu, merupakan pilihan yang
paling baik. Musik menghasilkan perubahan status kesadaran melalui bunyi,
kesunyian, ruang, dan waktu. Musik harus didengarkan minimal 15 menit agar
dapat memberikan efek teraupeutik. Pada keadaan perawatan akut, mendengarkan
musik dapat memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya mengurangi nyeri
pasca operasi pasien. Hasil analisis statistik Pengaruh Terapi Musik Pada
Pasien Fraktur di Irina A RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou Manado menunjukan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antara terapi musik terhadap skala nyeri. Menurut
peneliti, pemberian analgestik dan terapi musik terbukti dapat mempengaruhi
nyeri lebih besar dari pada hanya diberikan analgestik pada pasien fraktur di
Irina A RSUP. Prof. DR. R.D. Kandou Manado. Sehingga terapi musik bisa
digunakan sebagai terapi komplementer pada pasien fraktur.Penurunan nyeri ini
dapat membantu penyembuhan kondisi umum.Efek samping dari penggunaan analgestik
juga dapat dikurangi karena terdapat pengaruh antara pemberian terapi musik
pada pasien fraktur da pasien direkomendasikan untuk penurunan dosis komsumsi
analgestik.Hal ini dapat meningkatkan kepuasan pasien dalam pelayanan
keperawatan (Djamal, et.al, 2015).
Musik merupakan
salah satu distraksi yang efektif yang dapat menurunkan nyeri fisiologis,
stres, dan kecemasan dengan mengalihkan seseorang dari nyeri. Distraksi mengalihkan
perhatian pasien ke hal yang lain dan dengan demikian menurunkan kewaspadaan
terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Musik terbukti
menunjukkan efek yaitu menurunkan tekanan darah, dan mengubah persepsi waktu. Perawat
dapat menggunakan musik dengan kreatif di berbagai situasi klinik, pasien
umumnya lebih menyukai melakukan suatu kegiatan memainkan alat musik,
menyanyikan lagu atau mendengarkan musik. Musik yang sejak awal sesuai dengan
suasana hati individu, merupakan pilihan yang paling baik Musik dan nyeri
mempunyai persamaan penting yaitu bahwa keduanya bisa digolongkan sebagai input
sensor dan output. Sensori input berarti bahwa ketika musik terdengar,sinyal
dikirim keotak ketika rasa sakit dirasakan. Jika getaran musik dapat dibawa
kedalam resonansi dekat dengan getaran rasa sakit, maka persepsi psikologis
rasa sakit akan diubah dan dihilangkan. Musik menstimulasi pengeluaran
endorfin. Endorfin memiliki efek relaksasi pada tubuh. Endorfin juga sebagai
ejektor dari rasa rileks dan ketenagan yang timbul, midbrainmengeluarkan Gama
Amino Butiryc Acid (GABA) yang berfungsi menghambat impuls listrik dari satu
neuron ke neuron lainnya oleh neurotransmitter di dalam sinaps. Selain itu
juga, midbrain mengeluarkan enkepalin dan beta endorfin.Zat tersebut dapat
menimbulkan efek analgesia yang akhirnya mengeliminasi neurotransmitter rasa
nyeri pada pusat persepsi dan interpretasi sensorik somatik diotak. Sehingga
efek yang bisa muncul adalah nyeri berkurang. Saat seseorang mendengarkan
musik, gelombangnya ditransmisikan melalui ossciles di telingah tengah dan
melalui cairan cochlear berjalan menuju telinga dalam.Membrane basilaris
cochlea merupakan area resonansi dan berespon terhadap frekuensi getaran yang
bervariasi. Rambut silia sebagai sensori reseptor yang mengubah frekuensi getaran
menjadi getaran elektrik dan langsung terhubung dengan ujung nervus
pendengaran. Nervus auditori
menghantarkan sinyal ini ke korteks auditori di lobus temporal. Korteks
auditori primer menerima input dan mempersepsikan pitch dan melodi yang rumit,
dan dipengaruhi oleh pengalaman seseorang. Korteks auditori sekunder lebih
lanjut memproses interpretasi musik sebagai gabungan harmoni, melodi dan rhytm.
Frekuensi yang direkomendasikan untuk mengurangi nyeri adalah 40-52 Hz. Terapi
musik bisa diawali dengan frekuensi 40 Hz, dengan asumsi dasar bahwa ini adalah
frekuensi dasar talamus, sehingga stimulasi getaran dengan frekuensi yang sama
akan memulai efek kognitif untuk terapi. Musik dengan frekuensi 40-60 Hz juga
telah terbukti menurunkan kecemasan, menurunkan ketegangan otot, mengurangi nyeri,
dan menimbulkan efek tenang (Karendehi, et.al, 2015).
2. Teknik Relaksasi Napas Dalam
Teknik
relaksasi merupakan metode yang dapat di lakukan terutama pada pasien yang
mengalami nyeri, merupakan latihan pernafasan yang menurunkan konsumsi oksigen,
frekuensi pernafasan,frekuensi jantung dan ketegangan otot. Teknik relaksasi
perlu diajarkan beberapa kali agar mencapai hasil yang oiptimal dan perlunya
instruksi mengunakan teknik relaksasi untuk menurunkan atau mencegah
meningkatnya nyeri. Relaksasi otot skeletal dapat menurunkan nyeri dengan
merilekskan ketegangan otot yang dapat menunjang nyeri, hal ini dibuktikan pada
penderita nyeri punggung bahwa teknik relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri
pada pasien pasca operasi. Beberapa penelitian telah menunjukan bahwa teknik
relaksasi dapat menurunkan nyeri pasca operasi. Hal ini terjadi karena relatif
kecilnya peran otot-otot skeletal dalam nyeri pasca operasi atau kebutuhan
pasien untuk melakukan teknik relaksasi secara efektif (Nurdin, et.al, 2013).
Pasien pasca
operasi pada umumnya mengalami nyeri. Oleh karena itu penatalaksanaan nyeri
pada pasien post operasi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu farmakologis dan
non farmakologis. Menangani nyeri secara farmakologis dapat dilakukan
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik. Sedangkan tindakan non
farmakologis dapat di lakukan dengan cara teknik relaksasi berupa nafas dalam
pada pasien post operasi. Dalam penelitian yang dilakukan Suhartini Nurdin dkk,
intensitas nyeri sebelum dilakukan teknik relaksasi adalah intensitas nyeri
yang dirasakan oleh responden yang mengalami nyeri pasca operasi sebelum teknik
relaksasi dilakukan (Nurdin, et.al, 2013).
Hasil
penelitian yang dilakukan terhadap 20 responden, diketahui tingkat nyeri
sebelum dilakukan teknik relaksasi yaitu nyeri hebat terkontrol 11 orang (55,0
%),nyeri sedang 8 orang (40,0 %), dan nyeri ringan 1 orang (5,0 %). Responden
paling banyak mengalami nyeri hebat terkontrol dimana sebagian perhatian lebih
memperhatikan nyeri, agak sulit dialihkan,sulit beraktivitas, nyeri yang
dirasakan nyeri hebat terkontrol dengan skala intensitas nyeri 7-9. Sedangkan
nyeri sedang diamana sebagian perhatian pada nyeri, perhatian bisa dialihkan,
masih mampu berakti vitas,nyeri dapat dirasakan
nyeri sedang dengan skala intensitas nyeri numeric 4-6. Responden paling
sedikit mengalami nyeri ringan dimana perhatian nyeri sedikit, perhatian mudah
dialihkan, bisa beraktivitas, nyeri yang dirasakan nyeri ringan dengan skala
intensitas nyeri numeric 1-3. Pada penelitian ini, sesudah dilakukan teknik
relaksasi terjadi perubahan intensitas nyeri. Hal ini dapat diketahui dari 11
orang (55,0 %) dengan intensitas nyeri hebat terkontrol berkurang menjadi 10
orang dengan intensitas nyeri sedang dan 1 orang dengan intensitas tidak nyeri.
Hal yang sama juga terjadi pada 8 orang (40,0 %) dengan intensitas nyeri sedang
berkurang menjadi intensitas nyeri ringan. Intensitas nyeri ringan 1 orang (5,0
%) berkurang menjadi tidak nyeri (Nurdin, et.al, 2013).
Prosedur
nafas dalam yaitu anjurkan pasien untuk duduk rileks, anjurkan klien untuk
tarik nafas dalam dengan pelan, tahan beberapa detik, kemudian lepaskan
(tiupkan lewat bibir) dan saat menghembuskan
udara anjurkan klien untuk merasakan relaksasi Rileks sempurna yang dapat mengurangi
ketegangan otot, rasa jenuh, dan kecemasan
(Utami, 2014).
Teknik
relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal
ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam,
nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan
nafas secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik
relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan
oksigenasi darah.teknik relaksasi nafas dalam dapat mengendalikan nyeri dengan
meminimalkan aktivitas simpatik dalam sistem saraf otonom. Relaksasi melibatkan
otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan
kapan saja atau sewaktu-waktu. Prinsip yang mendasari penurunan oleh teknik relaksasi
terletak pada fisiologi sistem saraf otonom yang merupakan bagian dari sistem
saraf periferyang mempertahankan homeostatis lingkungan internal individu. Pada
saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan
substansi p yang akan merangsang saraf simpatis sehingga menyebabkan saraf
simpatis mengalami vasokonstriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang
menimbulkan berbagai efek spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah.
Mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang
menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinaliske otak dan
dipersepsikan sebagai nyeri. Ada beberapa posisi relaksasi nafas
dalam yang dapat dilakukan, yaitu (Utami, 2014).:
1. Posisi relaksasi dengan terlentang
Letakkan
kaki terpisah satu sama lain dengan jari-jari kaki agak meregang lurus kearah
luar, letakkan pada lengan pada sisi tanpa menyentuh sisi tubuh, pertahankan
kepala sejajar dengan tulang belakang dan gunakan bantal yang tipis dan kecil
di bawah kepala.
2. Posisi relaksasi dengan berbaring
miring
Berbaring
miring, kedua lutut ditekuk, dibawah kepala diberi bantal dan dibawah perut
sebaiknya diberi bantal juga, agar perut tidak menggantung.
3. Posisi relaksasi dalam keadaan
berbaring terlentang
Kedua
lutut ditekuk, berbaring terlentang, kedua lutut ditekuk, kedua lengan
disamping telinga.
4. Posisi relaksasi dengan duduk
Duduk
dengan seluruh punggung bersandar pada kursi, letakkan kaki datar pada lantai,
letakkan kaki terpisah satu sama lain, gantungkan lengan pada sisi atau
letakkan pada lengan kursi dan pertahankan kepala sejajar dengan tulang belakang.
Prosedur Teknik Relaksasi Nafas Dalam:
1. Ciptakan lingkungan yang tenang
2. Usahakan tetap rileks dan tenang
(Dengan memodifikasi tindakan nonfarmakologis yang lain meliputi distraksi
3. Menarik nafas dalam dari hidung dan
mengisi paru-paru dengan udara melalui hitungan 1,2,3.
4. Perlahan-lahan udara dihembuskan
melalui mulut sambil merasakan ekstrimitas atas dan bawah rileks.
5. Anjurkan bernafas dengan irama
normal 3 kali Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui
Mulut.
6. Anjurkan untuk mengulangi prosedur
hingga nyeri terasa berkurang.
7. Ulangi sampai 15 kali, dengan
selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
Daftar
Pustaka
Djamal, Rivaldy., Rompas, Sefty.,
Bawotong, Jeavery. 2015. Pengaruh Terapi Musik terhadap Skala Nyeri pada Pasien
Fraktur di Irina A RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. e-Journal Keperawatan
(eKp) volume 3 Nomor 2, Oktober 2015. Available from URL: http://id.portalgaruda.org/index.php?ref=browse&mod=viewarticle&article=378287 Diakses pada 2 November 2017 Pukul
22:00 WIB
Karendehi, D.S., Rompas, S.S.J.,
Bidjuni, Hendro. Pengaruh Pemberian Musik terhadap Skala Nyeri akibat Perawatan
Luka Bedah pada Pasien Pasca Operasi di Ruang Perawatan Bedah Flamboyan Rumah
Sakit Tk. III 07.06.01r. W Mongisidi Manado Tahun 2015. ejournal Keperawatan
(e-Kp) Volume 3 Nomor 2, Mei 2015. Available from URL: http://id.portalgaruda.org/index.php?ref=browse&mod=viewarticle&article=331809 Diakses pada 2 November 2017 Pukul
22:00 WIB
Nurdin, Suhartini., Killing,
Maykel., Rottie, Julia. 2013. Pengaruh Teknik Relaksasi terhadap Intensitas
Nyeri pada Pasien Post Operasi Fraktur di Ruang Irnina A Blu RSUP Prof Dr. R.D
Kandou Manado. ejournal keperawatan (e-Kp) Volume 1. Nomor 1. Agustus 2013.
Available from URL: http://id.portalgaruda.org/index.php?ref=browse&mod=viewarticle&article=141033 Diakses pada 2 November 2017 Pukul
22:00 WIB
Utami, Sri. 2014. Pemberian Teknik
Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada Asuhan Keperawatan
Ny. S Dengan Post Operasi Apendiktomi Di Ruang Kanthil RSUD Karanganyar.
Available from URL: http://www.stikeskusumahusada.ac.id/digilib/files/disk1/12/01-gdl-sriutamip1-583-1-kti_sri-i.pdf
Diakses pada 3 November 2017 Pukul 21:10 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar