Jumat, 03 November 2017

Intervensi Penanganan Nyeri Non Farmakologi

💉 Oleh: Sindy Vidiana
    

Terapi Musik dan Teknik Relaksasi Napas Dalam sebagai Intervensi Non Farmakologis dalam Mengurangi Intensitas Nyeri







Nyeri merupakan perasaan yang tidak nyaman dan bersifat subjektif dimana hanya penderita yang dapat merasakannya. Untuk itu perlu mencari pendekatan yang paling efektif dalam upaya mengontrol nyeri. Nyeri dapat disebabkan oleh beberapa hal, misal karena fraktur, post operasi, dan lain-lain. Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur yang terjadi dapat menimbulkan gejala yang umum yaitu  nyeri atau rasa sakit, pembengkakan dan kelainan bentuk tubuh. (Djamal, et.al, 2015). Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik ,pembedahan dan pengobatan (Nurdin, et.al, 2013).
Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan pemeriksaan diagnostik atau pengobatan Metode penatalaksanaan nyeri mencakup pendekatan farmakologis dan non farmakologis. Salah satu pendekatan farmakologis yang biasa digunakan adalah analgetik golongan opioid, tujuan pemberian opioid adalah untuk meredakan nyeri dengan pemberian dari rute apa saja, efek samping opioid seperti depresi pernafasan, sedasi, mual muntah dan konstipasi. Efek samping tersebut harus dipertimbangkan dan diantisipasi Metode pereda nyeri non-farmakologis biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah. (Karendehi, et.al, 2015). Beberapa tindakan non farmakologis dalam menangani nyeri:
1.     Terapi musik
     
Salah satu terapi non farmakologi yang bisa membantu pasien dalam menghilangkan atau mengurangi nyeri antaranya terapi musik. Musik bisa menyentuh individu baik secara fisik, psikososial, dan spiritual. Musik terbukti menunjukkan efek yaitu menurunkan tekanan darah, dan mengubah persepsi waktu.Perawat dapat menggunakan musik dengan kreatif diberbagai situasi klinik, pasien umumnya lebih menyukai melakukan suatu kegiatan memainkan alat musik, menyanyikan lagu atau mendengarkan musik.Musik yang sejak awal sesuai dengan suasana hati individu, merupakan pilihan yang paling baik. Musik menghasilkan perubahan status kesadaran melalui bunyi, kesunyian, ruang, dan waktu. Musik harus didengarkan minimal 15 menit agar dapat memberikan efek teraupeutik. Pada keadaan perawatan akut, mendengarkan musik dapat memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya mengurangi nyeri pasca operasi pasien. Hasil analisis statistik Pengaruh Terapi Musik Pada Pasien Fraktur di Irina A RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou Manado menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara terapi musik terhadap skala nyeri. Menurut peneliti, pemberian analgestik dan terapi musik terbukti dapat mempengaruhi nyeri lebih besar dari pada hanya diberikan analgestik pada pasien fraktur di Irina A RSUP. Prof. DR. R.D. Kandou Manado. Sehingga terapi musik bisa digunakan sebagai terapi komplementer pada pasien fraktur.Penurunan nyeri ini dapat membantu penyembuhan kondisi umum.Efek samping dari penggunaan analgestik juga dapat dikurangi karena terdapat pengaruh antara pemberian terapi musik pada pasien fraktur da pasien direkomendasikan untuk penurunan dosis komsumsi analgestik.Hal ini dapat meningkatkan kepuasan pasien dalam pelayanan keperawatan (Djamal, et.al, 2015).
Musik merupakan salah satu distraksi yang efektif yang dapat menurunkan nyeri fisiologis, stres, dan kecemasan dengan mengalihkan seseorang dari nyeri. Distraksi mengalihkan perhatian pasien ke hal yang lain dan dengan demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Musik terbukti menunjukkan efek yaitu menurunkan tekanan darah, dan mengubah persepsi waktu. Perawat dapat menggunakan musik dengan kreatif di berbagai situasi klinik, pasien umumnya lebih menyukai melakukan suatu kegiatan memainkan alat musik, menyanyikan lagu atau mendengarkan musik. Musik yang sejak awal sesuai dengan suasana hati individu, merupakan pilihan yang paling baik Musik dan nyeri mempunyai persamaan penting yaitu bahwa keduanya bisa digolongkan sebagai input sensor dan output. Sensori input berarti bahwa ketika musik terdengar,sinyal dikirim keotak ketika rasa sakit dirasakan. Jika getaran musik dapat dibawa kedalam resonansi dekat dengan getaran rasa sakit, maka persepsi psikologis rasa sakit akan diubah dan dihilangkan. Musik menstimulasi pengeluaran endorfin. Endorfin memiliki efek relaksasi pada tubuh. Endorfin juga sebagai ejektor dari rasa rileks dan ketenagan yang timbul, midbrainmengeluarkan Gama Amino Butiryc Acid (GABA) yang berfungsi menghambat impuls listrik dari satu neuron ke neuron lainnya oleh neurotransmitter di dalam sinaps. Selain itu juga, midbrain mengeluarkan enkepalin dan beta endorfin.Zat tersebut dapat menimbulkan efek analgesia yang akhirnya mengeliminasi neurotransmitter rasa nyeri pada pusat persepsi dan interpretasi sensorik somatik diotak. Sehingga efek yang bisa muncul adalah nyeri berkurang. Saat seseorang mendengarkan musik, gelombangnya ditransmisikan melalui ossciles di telingah tengah dan melalui cairan cochlear berjalan menuju telinga dalam.Membrane basilaris cochlea merupakan area resonansi dan berespon terhadap frekuensi getaran yang bervariasi. Rambut silia sebagai sensori reseptor yang mengubah frekuensi getaran menjadi getaran elektrik dan langsung terhubung dengan ujung nervus pendengaran. Nervus  auditori menghantarkan sinyal ini ke korteks auditori di lobus temporal. Korteks auditori primer menerima input dan mempersepsikan pitch dan melodi yang rumit, dan dipengaruhi oleh pengalaman seseorang. Korteks auditori sekunder lebih lanjut memproses interpretasi musik sebagai gabungan harmoni, melodi dan rhytm. Frekuensi yang direkomendasikan untuk mengurangi nyeri adalah 40-52 Hz. Terapi musik bisa diawali dengan frekuensi 40 Hz, dengan asumsi dasar bahwa ini adalah frekuensi dasar talamus, sehingga stimulasi getaran dengan frekuensi yang sama akan memulai efek kognitif untuk terapi. Musik dengan frekuensi 40-60 Hz juga telah terbukti menurunkan kecemasan, menurunkan ketegangan otot, mengurangi nyeri, dan menimbulkan efek tenang (Karendehi, et.al, 2015).

2.      Teknik Relaksasi Napas Dalam

Teknik relaksasi merupakan metode yang dapat di lakukan terutama pada pasien yang mengalami nyeri, merupakan latihan pernafasan yang menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan,frekuensi jantung dan ketegangan otot. Teknik relaksasi perlu diajarkan beberapa kali agar mencapai hasil yang oiptimal dan perlunya instruksi mengunakan teknik relaksasi untuk menurunkan atau mencegah meningkatnya nyeri. Relaksasi otot skeletal dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang dapat menunjang nyeri, hal ini dibuktikan pada penderita nyeri punggung bahwa teknik relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri pada pasien pasca operasi. Beberapa penelitian telah menunjukan bahwa teknik relaksasi dapat menurunkan nyeri pasca operasi. Hal ini terjadi karena relatif kecilnya peran otot-otot skeletal dalam nyeri pasca operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi secara efektif (Nurdin, et.al, 2013).
Pasien pasca operasi pada umumnya mengalami nyeri. Oleh karena itu penatalaksanaan nyeri pada pasien post operasi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu farmakologis dan non farmakologis. Menangani nyeri secara farmakologis dapat dilakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik. Sedangkan tindakan non farmakologis dapat di lakukan dengan cara teknik relaksasi berupa nafas dalam pada pasien post operasi. Dalam penelitian yang dilakukan Suhartini Nurdin dkk, intensitas nyeri sebelum dilakukan teknik relaksasi adalah intensitas nyeri yang dirasakan oleh responden yang mengalami nyeri pasca operasi sebelum teknik relaksasi dilakukan (Nurdin, et.al, 2013).
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 20 responden, diketahui tingkat nyeri sebelum dilakukan teknik relaksasi yaitu nyeri hebat terkontrol 11 orang (55,0 %),nyeri sedang 8 orang (40,0 %), dan nyeri ringan 1 orang (5,0 %). Responden paling banyak mengalami nyeri hebat terkontrol dimana sebagian perhatian lebih memperhatikan nyeri, agak sulit dialihkan,sulit beraktivitas, nyeri yang dirasakan nyeri hebat terkontrol dengan skala intensitas nyeri 7-9. Sedangkan nyeri sedang diamana sebagian perhatian pada nyeri, perhatian bisa dialihkan, masih mampu berakti vitas,nyeri dapat dirasakan  nyeri sedang dengan skala intensitas nyeri numeric 4-6. Responden paling sedikit mengalami nyeri ringan dimana perhatian nyeri sedikit, perhatian mudah dialihkan, bisa beraktivitas, nyeri yang dirasakan nyeri ringan dengan skala intensitas nyeri numeric 1-3. Pada penelitian ini, sesudah dilakukan teknik relaksasi terjadi perubahan intensitas nyeri. Hal ini dapat diketahui dari 11 orang (55,0 %) dengan intensitas nyeri hebat terkontrol berkurang menjadi 10 orang dengan intensitas nyeri sedang dan 1 orang dengan intensitas tidak nyeri. Hal yang sama juga terjadi pada 8 orang (40,0 %) dengan intensitas nyeri sedang berkurang menjadi intensitas nyeri ringan. Intensitas nyeri ringan 1 orang (5,0 %) berkurang menjadi tidak nyeri (Nurdin, et.al, 2013).
Prosedur nafas dalam yaitu anjurkan pasien untuk duduk rileks, anjurkan klien untuk tarik nafas dalam dengan pelan, tahan beberapa detik, kemudian lepaskan (tiupkan lewat bibir) dan saat  menghembuskan udara anjurkan klien untuk merasakan relaksasi Rileks sempurna yang dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh, dan kecemasan  (Utami, 2014).
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah.teknik relaksasi nafas dalam dapat mengendalikan nyeri dengan meminimalkan aktivitas simpatik dalam sistem saraf otonom. Relaksasi melibatkan otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu. Prinsip yang mendasari penurunan oleh teknik relaksasi terletak pada fisiologi sistem saraf otonom yang merupakan bagian dari sistem saraf periferyang mempertahankan homeostatis lingkungan internal individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan substansi p yang akan merangsang saraf simpatis sehingga menyebabkan saraf simpatis mengalami vasokonstriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah. Mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinaliske otak dan dipersepsikan sebagai nyeri. Ada beberapa posisi relaksasi nafas dalam yang dapat dilakukan, yaitu (Utami, 2014).:
1.      Posisi relaksasi dengan terlentang
Letakkan kaki terpisah satu sama lain dengan jari-jari kaki agak meregang lurus kearah luar, letakkan pada lengan pada sisi tanpa menyentuh sisi tubuh, pertahankan kepala sejajar dengan tulang belakang dan gunakan bantal yang tipis dan kecil di bawah kepala.
2.      Posisi relaksasi dengan berbaring miring
Berbaring miring, kedua lutut ditekuk, dibawah kepala diberi bantal dan dibawah perut sebaiknya diberi bantal juga, agar perut tidak menggantung.
3.      Posisi relaksasi dalam keadaan berbaring terlentang
Kedua lutut ditekuk, berbaring terlentang, kedua lutut ditekuk, kedua lengan disamping telinga.
4.      Posisi relaksasi dengan duduk
Duduk dengan seluruh punggung bersandar pada kursi, letakkan kaki datar pada lantai, letakkan kaki terpisah satu sama lain, gantungkan lengan pada sisi atau letakkan pada lengan kursi dan pertahankan kepala sejajar dengan tulang belakang.
Prosedur Teknik Relaksasi Nafas Dalam:
1.      Ciptakan lingkungan yang tenang
2.      Usahakan tetap rileks dan tenang (Dengan memodifikasi tindakan nonfarmakologis yang lain meliputi distraksi
3.      Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui hitungan 1,2,3.
4.      Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan ekstrimitas atas dan bawah rileks.
5.      Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui Mulut.
6.      Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang.
7.      Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.



Daftar Pustaka

Djamal, Rivaldy., Rompas, Sefty., Bawotong, Jeavery. 2015. Pengaruh Terapi Musik terhadap Skala Nyeri pada Pasien Fraktur di Irina A RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. e-Journal Keperawatan (eKp) volume 3 Nomor 2, Oktober 2015. Available from URL: http://id.portalgaruda.org/index.php?ref=browse&mod=viewarticle&article=378287 Diakses pada 2 November 2017 Pukul 22:00 WIB
Karendehi, D.S., Rompas, S.S.J., Bidjuni, Hendro. Pengaruh Pemberian Musik terhadap Skala Nyeri akibat Perawatan Luka Bedah pada Pasien Pasca Operasi di Ruang Perawatan Bedah Flamboyan Rumah Sakit Tk. III 07.06.01r. W Mongisidi Manado Tahun 2015. ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 3 Nomor 2, Mei 2015. Available from URL: http://id.portalgaruda.org/index.php?ref=browse&mod=viewarticle&article=331809 Diakses pada 2 November 2017 Pukul 22:00 WIB
Nurdin, Suhartini., Killing, Maykel., Rottie, Julia. 2013. Pengaruh Teknik Relaksasi terhadap Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Fraktur di Ruang Irnina A Blu RSUP Prof Dr. R.D Kandou Manado. ejournal keperawatan (e-Kp) Volume 1. Nomor 1. Agustus 2013. Available from URL: http://id.portalgaruda.org/index.php?ref=browse&mod=viewarticle&article=141033 Diakses pada 2 November 2017 Pukul 22:00 WIB
Utami, Sri. 2014. Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Ny. S Dengan Post Operasi Apendiktomi Di Ruang Kanthil RSUD Karanganyar. Available from URL: http://www.stikeskusumahusada.ac.id/digilib/files/disk1/12/01-gdl-sriutamip1-583-1-kti_sri-i.pdf Diakses pada 3 November 2017 Pukul 21:10 WIB









Tidak ada komentar:

Posting Komentar